Surau.ID – Desakan agar pemerintah pusat menetapkan status Bencana Nasional untuk banjir bandang dan longsor di Sumatra semakin menguat. Di antaranya, tiga organisasi agama terbesar di Indonesi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara kompak mendesak negara turun tangan penuh karena situasi di lapangan dinilai memasuki fase darurat.
Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar, menegaskan bahwa bencana yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat sudah melampaui kapasitas pemerintah daerah.
Ia mengatakan, penetapan status Bencana Nasional bukan sekadar soal administrasi, melainkan tanggung jawab moral negara untuk melindungi nyawa warga (hifdzun nafs).
“Bahkan tidak sedikit korban yang belum ketemu, bahkan belum tersentuh bantuan. Di sisi lain, kemampuan pemerintah daerah sangat terbatas,” ujar Kiai Anwar.
Ia juga memperingatkan agar pemerintah tidak terjebak perhitungan politik atau birokrasi di tengah krisis kemanusiaan. Menurut laporan MUI di wilayah Sumatra, aparat daerah telah kewalahan menghadapi peningkatan skala bencana.
“Situasinya benar-benar darurat,” tegasnya.
LPBINU: Listrik Padam 3 Hari, Komunikasi Putus
NU melalui Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBINU) melaporkan kondisi lebih buruk dari perkiraan awal.
Ketua LPBINU Aceh, Muhadzdzier M. Salda, menyampaikan bahwa Aceh Tenggara dan sejumlah kabupaten lain kini masuk fase kritis.
“Akses listrik padam total selama 3×24 jam, jaringan komunikasi putus. Warga harus mencari genset untuk mendapatkan sinyal, sementara lansia dan anak-anak terjebak banjir tanpa evakuasi memadai,” ungkapnya, Jumat (28/11/2025).
Ia menyebut relawan mulai kehabisan tenaga dan logistik karena skala bencana terus meluas.
“Pemerintah pusat harus tetapkan status bencana nasional. Kami butuh pergerakan masif dari Basarnas, TNI, dan Polri di bawah satu komando pusat, bukan parsial seperti sekarang,” ujarnya.
Muhammadiyah Aktifkan Protokol OMOR Hadapi Krisis Sumatra
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengerahkan kekuatan penuh melalui protokol One Muhammadiyah One Response (OMOR) yang dikelola MDMC.
Muhammadiyah menilai bencana besar di tiga provinsi merupakan dampak akumulatif kerusakan ekologis yang tak bisa ditangani hanya dengan langkah tanggap darurat.
Organisasi itu mendesak pemerintah melihat banjir serentak di tiga wilayah sebagai tanda gagalnya mitigasi daerah, sehingga intervensi nasional menjadi mutlak demi pemulihan jangka panjang.
Respons Pemerintah: “Belum Perlu Bencana Nasional, Tapi Penanganan Sudah Nasional”
Hingga saat ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri tetap menyatakan bahwa penanganan sudah dilakukan dengan skala nasional meski status resmi Bencana Nasional belum ditetapkan.
“Kalau untuk penetapan bencana nasional sementara belum, tetapi perlakuannya sudah nasional. Dari hari pertama pemerintah pusat turun langsung, dan semuanya dilakukan dengan prosedur nasional. Jadi semua sudah all out,” kata Mendagri Tito Karnavian di Jakarta, Senin (1/12/2025). (*)