Surau.id – Memahami bahasa Arab bukan hanya tentang kemampuan akademik. Karena bagi santri, bahasa arab merupakan kunci untuk menguasai khazanah ilmu yang diwariskan para ulama secara dari generasi ke generasi. Di balik lembaran-lembaran kitab kuning ini, ada empat kitab nahwu–sharaf yang hampir selalu hadir sebagai sahabat belajar santri, yaitu:
Al-Amtsilah at-Tashrifiyah
Perjalanan memahami bahasa arab kerap dimulai dari satu kitab kecil: Al-Amtsilah at-Tashrifiyah. Disusun oleh KH Muhammad Ma’shum bin Ali, kitab ini menjadi pondasi awal santri memahami perubahan bentuk kata dalam bahasa arab.
Di beberapa pesantren, kitab ini kadang disebut “kitab latihan otot bahasa Arab”. Melalui pola-pola tashrif yang diulang-ulang, santri belajar bagaimana satu kata bisa berubah kata dan makna —madhi, mudhari’, amr, hingga isim.
Matan Jurumiyah
Ketika santri mulai terbiasa dengan perubahan bentuk kata dalam ilmu sharaf, mereka dipertemukan dengan Matan Jurumiyah karya Ibnu Ajurrum. Di titik inilah mereka sadar bahwa mempelajari bahasa Arab tidak hanya hafal-menghafal, tapi juga menata logika.
Jurumiyah menjelaskan bagaimana setiap kata berdiri dalam kalimat. Isim, fi’il, dan huruf bukan lagi sekadar istilah, tetapi bagian dari “anatomi bahasa”. Konsep i’rab—yang sering membuat santri pening—pertama kali diperkenalkan di sini.
Banyak santri menyebut Jurumiyah sebagai “gerbang kedua” yang terasa lebih menantang, karena harus teliti saat membaca teks arab.
Al-Imriti
Setelah memahami dasar-dasar nahwu dan Sharaf, perjalanan berlanjut menuju Kitab Al-Imriti. Berbeda dari dua kitab sebelumnya, kitab ini tersusun dari bait-bait syair yang hidup dan mengalir.
Karya Syekh Syarafuddin Yahya Al-Imriti ini bukan hanya untuk dibaca, tapi juga dihafal. Proses belajar pun seperti sedang bernyanyi.
Di balik lantunan syair itu, ada kaidah nahwu tingkat menengah: memperluas pemahaman tentang i’rab, kedudukan kata, hingga hukum-hukum gramatika yang lebih kompleks.
Alfiyah Ibnu Malik
Puncak perjalanan nahwu–sharaf salahsatunya merupakan kitab Alfiyah karya Ibnu Malik. Kitab ini tersusun dari 1002 bait syair yang merangkum hampir seluruh kaidah tata bahasa Arab.
Bagi santri, mempelajari Alfiyah bagaikan naik ke tingkat lanjut. Isinya padat dan kompleks. Banyak pesantren di Indonesia menjadikan Alfiyah sebagai kitab wajib bagi santri senior karena kelengkapan bahasanya.
Nah, dari Amtsilah yang sederhana hingga Alfiyah yang mendalam, perjalanan mempelajari nahwu–sharaf adalah bagian dari kurikulum turun-temurun di pesantren.
Empat kitab ini tidak hanya mengajarkan bagaimana memahami bahasa Arab, namun juga membentuk karakter: ketekunan, kesabaran, dan kecintaan pada ilmu. Di balik setiap bait dan kaidah, ada jejak para ulama yang saat ini terus diwariskan dari generasi ke generasi.(*)