surau.id – Malik Ibrahim, atau dikenal luas sebagai Sunan Gresik, adalah salah satu tokoh penting yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Jawa. Ia diakui sebagai Walisongo tertua dan makamnya di Gresik hingga kini masih ramai dikunjungi ribuan peziarah.
Namun, penelitian terbaru, khususnya berdasarkan analisis epigrafi pada batu nisannya dan catatan Dinasti Ming, mengungkap identitas dan perannya yang jauh lebih kompleks dan berwibawa dari sekadar narasi yang selama ini beredar sebagaimana diungkapkan dalam sebuah jurnal berjdul Malik Ibrahim Wali Songo and The First Islamic Authoritative Ruler In The Land Of Java (Asian Journal of Engineering, Social and Health, 2023)
Bukan Sekadar Pedagang: Identitas Sejati Malik Ibrahim
Selama ini, Malik Ibrahim sering diceritakan sebagai seorang pedagang. Namun, sumber-sumber primer, terutama epigrafi pada batu nisan Malik Ibrahim, menunjukkan bahwa ia bukanlah seorang pedagang. Batu nisan ini menyebutkan gelarnya sebagai “Malik” yang berarti pemimpin, gubernur, atau bahkan Raja.
Berbeda dengan epitaf pedagang dari Cambay abad ke-14 dan ke-15 yang umumnya mencantumkan gelar seperti ‘raja pedagang’ (malik al-tujjar) atau ‘kebanggaan pedagang’ (mufakhr al-tujjar), Malik Ibrahim disebutkan dengan istilah yang mengaitkannya langsung dengan sistem kekuasaan Islam, seperti ‘amir’ atau bangsawan, ‘kebanggaan para bangsawan,’ dan ‘pendukung sultan dan wazir’.
Ini menandakan bahwa Malik Ibrahim adalah penguasa Islam berwenang pertama di Jawa. Narasi kronik yang menggambarkannya sebagai pedagang kemungkinan besar muncul belakangan, bukan pada masanya. Lebih jauh, nama Ibrahim sendiri diasosiasikan dengan Nabi Ibrahim, yang dikenal sebagai pembawa ajaran tauhid (monoteisme) dan penolak penyembahan berhala.
Oleh karena itu, Malik Ibrahim dapat dihubungkan sebagai peletak dasar-dasar monoteisme di pulau Jawa. Ini juga didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an pada batu nisannya yang menekankan tauhid, menunjukkan ia adalah seorang yang berdakwah mengajak orang kepada Islam, bukan seorang mualaf.
Malik Ibrahim juga dikenal dengan gelar Jawa “Ki Saka Pati Bantala”. Penelitian mengartikan “Ki Saka” atau “Ki Soko” sebagai seseorang yang dianggap sesepuh dengan pengetahuan tinggi dan menjadi pilar. Sementara “Pati Bantala” mengacu pada patih atau penguasa dunia/tanah/bumi.
Dengan demikian, “Ki Saka Pati Bantala” berarti seseorang yang dianggap sesepuh yang menjadi pilar bagi para penguasa dunia. Gelar ini identik dengan gelar Arab “umdatus salatin” atau “pilar para sultan”, yang menggambarkan status dan pengaruhnya yang sangat tinggi.(*)
Sumber: NU Online | Penulis: Nurul Yaqin