Probolinggo, Surau.ID – KH Abdul Hadi Noer, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Qodim Kalikajar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, mengisahkan keteladanan sosok almarhum KH Hasan Abdul Jalal dalam acara peringatan 1000 hari wafat pengasuh Pesantren Nurul Qodim tersebut, Rabu (17/12/2025).
Dalam tausiyahnya, KH Abdul Hadi Noer atau yang akrab disapa Nun Hadi mengajak hadirin untuk mengambil pelajaran dari kehidupan almarhum, meskipun tidak seluruhnya dapat diteladani secara utuh.
“Kita bisa mengambil sedikit pelajaran dari almarhum Kiai Hasan Abdul Jalal. Sekalipun tidak bisa diikuti semua, sebagian bisa kita ikuti,” tutur Nun Hadi.
Ia kemudian mengutip sebuah kaidah yang menjadi landasan sikap hidup dalam meneladani orang-orang saleh. Menurutnya, keteladanan tidak harus sempurna, namun cukup diambil sesuai kemampuan masing-masing.
“Ada satu kaidah yang mengatakan, Ma la yudroku kulluh, la yudroku kulluh. Sesuatu yang tidak bisa kita ambil semuanya, jangan kita tinggalkan semuanya. Mungkin sebagian, bisa kita tiru,” ujarnya.
Salah satu sifat utama almarhum yang disorot Nun Hadi adalah kedermawanan. Ia menyebut, KH Hasan Abdul Jalal dikenal luas sebagai sosok yang murah hati, bahkan kepada orang-orang yang telah diketahui tidak sepenuhnya jujur.
“Beliau ini sosok yang luar biasa. Kiai Jalal ini sudah masyhur, sosok yang dermawan. Sekalipun Kiai Jalal sudah tahu, bahwa ada seseorang yang memang berbohong, tetap dilayani oleh Kiai Jalal,” ceritanya.
Nun Hadi kemudian menuturkan sebuah kisah. Suatu ketika, ada seseorang yang berulang kali datang kepada Kiai Jalal untuk meminta sumbangan pembangunan masjid dengan berbagai alasan, mulai dari pembelian genteng hingga semen.
“Kiai Jalal selalu memberi sumbangan dengan nilai rupiah yang cukup besar,” jelasnya.
Karena permintaan itu datang berkali-kali, Kiai Jalal sempat meminta santri untuk mengecek langsung kondisi masjid yang dimaksud. “Coba cek, masjidnya sudah selesai atau belum,” ujar Nun Hadi menirukan ucapan Kiai Jalal saat itu.
Hasil pengecekan menunjukkan bahwa pembangunan masjid tersebut sebenarnya telah rampung. Namun, ketika orang tersebut kembali datang meminta bantuan, Kiai Jalal tetap memberikan sumbangan, meskipun mengetahui bahwa dirinya telah dibohongi.
“Ini adalah sifat dermawan Kiai Jalal yang patut kita tiru. Kiai Jalal ini tidak melulu pakai logika, tapi juga pakai hati,” papar Nun Hadi, yang merupakan keponakan almarhum.
Selain dermawan, Nun Hadi mengenang KH Hasan Abdul Jalal sebagai sosok yang sangat penyabar, khususnya dalam mendidik para santri. Ia menegaskan bahwa almarhum hampir tidak pernah menunjukkan amarah.
“Kepada santri, Kiai Jalal tidak pernah marah, mengusir, memukul tidak pernah. Tidak ada ceritanya Kiai Jalal ini marah, tidak ada,” kenang Nun Hadi, putra KH Nuruddin Musyiri, menantu pendiri Pesantren Nurul Qodim, KH Hasyim Mino.
Lebih jauh, ia menyebut perhatian Kiai Jalal terhadap santri tidak hanya tercermin dalam sikap, tetapi juga dalam pengorbanan nyata. Seluruh harta yang dimiliki almarhum, termasuk sawah dan tanah, diabdikan untuk keberlangsungan pesantren.
“Amalnya sangat luar biasa. Bahkan sawah dan tanah semuanya diwakafkan untuk perjuangan pesantren,” ungkapnya. (*)